Friday, April 20, 2007

Perempuan Dapur: Merekalah Pahlawan Kita

Pada hal dari dapur mereka menetapkan tingkat hiegenis, gizi dan kesempurnaan proses pertumbuhan manusia anak bangsa ini. Dari dapur mereka membentuk manusia sehat, kuat, intelektual, militan, produktif, jujur, berkomitmen terhadap moral dan kasih sayang.

Masih banyak perempuan sederhana yang tekun dengan dapurnya saja, tetapi mereka melahirkan dan telah berhasil membentuk manusia mulia bahkan melahirkan pemimpin bangsanya. Sungguh sayang sekali sebagian besar kita beranggapan bahwa perempuan kantoran atau anggota DPR lebih emansipatif ketimbang perempuan dapur. Apresiasiasi terhadap pekerjaan dapur semakin kurang bahkan oleh kaum perempuan sendiri. Pada hal dari dapur mereka menentapkan memutuskan tingkat hiegenis, gizi dan kesempurnaan proses pertumbuhan manusia anak bangsa ini. Dari dapur mereka terbentuk manusia sehat, kuat, intelektual, militan, produktif, jujur, berkomitmen terhadap moral dan kasih sayang. Bahwa tanggung jawab seperti itu mungkin tidak bisa dilaksanakan oleh kaum pria.

Suatu hari seseorang memenangkan penghargaan tertinggi atas gagasan dan karyanya. Dan ketika dia diberikan kesempatan menyampaikan ungkapannya; Pertama dia bersyukur kepada Tuhan YME. Kedua; dia menyatakan terima kasih kepada ibunya atau isterinya yang telah memberikan semangat dan motivasi untuk sukses. Orang tidak pernah mau tahu bahwa sang ibu atau isterinya ternyata perempuan dapur yang sederhana tetapi mempunyai kemampuan luar biasa untuk mendorong keberhasilan sesorang........

Thursday, April 05, 2007

Nyanyian Sang Menteri: Penomena Terbentuknya Regim Baru

“…nantikan fakta persidangan selanjutnya dan jika ternyata ada penomena persekongkolan antara eksekutif dengan legislative maka ini adalah pertanda bahwa gerakan reformasi sedang dalam proses mejadi regim baru".

Mengalirnya dana Departemen Kelautan dan Perikanan ke komisi tiga DPR merupakan fakta persidangan jika kemudian pengadilan mendapatkan klarifikasi kebenaran “nyanyian sang menteri” oleh komisi tiga DPR dalam persidangan pula. Lengkaplah sudah gambaran bagaimana proses politik uang berlangsung untuk melahirkan sebuah undang undang. Sementara ini agaknya sudah terbentuk suatu opini publik bahwa pengakuan tersebut adalah benar adanya tanpa menunggu fakta dari sisi lainnya dalam persidangan.

Maksudnya, apakah dana tersebut diberikan karena DKP dipaksa? Atau dengan dana itu pihak DKP sendiri memaksa komisi tiga untuk menggolkan rancangan UU yang mereka ajukan?. Atau adakah hal tersebut merupakan persekongkolan antara keduanya? Kita harus mempu menunggu untuk tidak mempengaruhi pengadilan. Namun kita nantikan fakta persidangan selanjutnya dan jika ternyata ada penomena persekongkolan antara eksekutif dengan legislative maka ini adalah pertanda bahwa gerakan reformasi sedang dalam proses mejadi regim baru.

Jadi sekarang terlepas dari masalah uang atau masalah korupsi atau apalah namanya dari sisi materil. Tetapi lebih kepada aspek moril yaitu masalah cara berfikir dan bertindak pejabat penyelenggara negara. Sangat ironi dan menyakitkan memang, bahwa untuk menghasilkan sebuah undang undang yang akan menjadi acuan tata kehidupan bermasyarakat bernegara harus diselesaikan justeru dengan cara inkonstitusional melalui proses politik uang seperti itu.

Hal ini sebenarnya bisa dihindari manakala seorang dengan kapasitas menteri mampu mengatakan tidak akan memberikan apapun sesuai sumpah jabatannya. Demikian pula sebaliknya jika yang namanya anggota komisi tiga DPR menolak dana dari DKP tersebut meski dibawah tekanan, paksaan atau ancaman sekalipun. Jadi apapun alasannya, kejadian mengalirnya dana DKP ke komisi tiga, secara hukum dan moral tidak dapat diterima. Jangan katakan karena hal serupa juga dilakukan pihak lain, lantas dianggap syah syah saja karena sudah begitu kebiasaanya.

Agaknya ada ketidak percayaan dari sang menteri bahwa rancangan undang undang yang diajukan dapat diterima di DPR sehingga harus mengeluarkan dana pelicin. Sebaliknya ada ketidak percayaan komisi tiga bahwa kepentingan tersembunyi dibalik rancangan itu yang kemudian harus dibayar kalau ingin diloloskan menjadi undang undang. Inilah yang menjadi pangkal terjadinya politik uang. Kalau proses politik dibangun dari saling percaya tentu akan tumbuh perdebatan konstruktif karena didasari niat demi kesejahteraan rakyat bukan demi kantong sendiri.

Kasus serupa membuat publik meyakini bahwa pada masa ini korupsi lebih marak ketimbang masa orde baru. Mengapa? Karena kita sudah terlampau sering menyaksikan potret buram semacam ini yang sebenarnya menggambarkan seberapa parah penyakit penyelenggaran negara kita. Kita tentu tidak ingin kalau Negara Republik Indonesia tercinta mati merana karena penyakit akut seperti diatas. Kita harus mempu melakukan diagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat agar bisa sembuh dari kenistaan ini.

Ketika awal gerakan reformasi digalang, kita mengembangkan ketidak percayaan kepada regim orde baru. Sekarang, kita nantikan fakta persidangan selanjutnya dan jika ternyata ada persekongkolan antara eksekutif dengan legislative maka ini adalah pertanda bahwa gerakan reformasi sedang dalam proses mejadi suatu regim baru. Semoga masih banyak diantara kita berfikiran jernih, mampu bertindak arif dan bijaksana.

Sunday, April 01, 2007

INTERPELASI: KEPENTINGAN NASIONAL ATAU KEPENTINGAN PARTAI?

Indonesia mempunyai tiga opsi dalam hal resolusi 1747 DK PBB sebagaima lazimnya dalam persidangan yaitu; menolak, abstain, atau setuju mendukung rancangan tersebut menjadi resolusi DK PBB. Masalah aktual yang kini memasuki tahap interpelasi DPR RI meskipun sehari sebelumnya pemerintah melakukan pendekatan dengan pemimpin partai dan pemimpin fraksi namun hasilnya DPR tetap pada pendiriannya menggunakan hak interpelasi tersebut.
Para politisi membuat formula bahwa dukungan terhadap Iran berdasarkan sentiment politik yaitu Islam itu bersaudara. Aspirasi rakyat Indonesia yang secara sentimental atau merasa bersaudara dengan rakyat Iran karena sesama muslim itulah yang dieksploitasi melalui issue interpelasi. Kenapa demikian? Mereka membuat gerakan itu untuk kepentingan kampanye partainya. Rahasianya sederhana, bahwa Pemerintah yang ternyata mendukung resolusi 1747 DK PBB berarti dia tidak layak dipertahankan kelompok aliran politik islam. Yudhoyono dan Partai Demokrat tidak layak untuk dipilih pada pemilu 2009.
Cukup dilematis memang bagi Presiden Yodhoyono menghadapi permasalahan Iran yang memperjuangkan hak pengayaan uranium untuk tujuan damai. Pada satu sisi Indonesia juga berkepetingan untuk memperjuangkan hal serupa. Mungkin karena itulah Presiden Yudhoyono memberikan dukungan penuh Indonesia terhadap Iran dan disampaikan langsung kepada Presiden Republik Islam Iran, Akhmadinejad. Namun pada sisi lain Indonesia harus mempertimbangkan kondisi aktual opini dunia terhadap dunia Islam.
Dalam perang opini dimasyarakat internasional faktanya adalah bahwa pers barat sangat agresif melansir gambaran buruk terhadap dunia Islam. Sementara pers timur tidak berdaya untuk menghapus citra buruk tersebut apalagi sekaligus mecitrakan Islam sebagai perdamaian. Sekarang dimasyarakat internasional gambaran tentang Islam identik dengan teroris terus berlanjut. Pers Amerika dan Australia adalah leader dalam hal kampanye buruk tersebut.
Apa yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Iraq yaitu memaksanya untuk tunduk pada non profilerasi nuklir yang ditolak oleh Saddam Husin, berbuntut tudingan Amerika Serikat dan sekutunya bahwa Saddam adalah teroris. Selanjutnya menjadi citra bahwa Islam identik dengan teroris. Hal ini kemudian menjadi pembenar invasi terhadap Iraq. Langkah serupa akan dilakukan Amerika Serikat terhadap Iran.
Sebagaimana Iran sebenarnya Indonesia berkepentingan untuk mempertahankan haknya mengembangkan proyek energi nuklir. Karena Indonesia sangat membutuhkan listerik murah sebagai infrastruktur pembangunan ekonominya. Energi listrik yang mahal menyebabkan Indonesia tidak dapat mengembangkan home industry sebagi sector riel yang handal bagi kesejahteran rakyat seperti yang dilakukan China.
Ditimbang dari posisi kepentingan seperti tersebut diatas maka hasilnya adalah sikap menolak rancangan resolusi 1747 DK PBB. Jadi sikap menolak tidak dapat langsung diartikan sebagai dukungan terhadap sesama Islam namun lebih kepada kepentingan Indonesia sendiri akan pentingnya mengembangkan proyek nuklir tujuan damai sebagaimana Iran sekarang.
Menjadi sangat dilematis bagi Indonesia untuk menyatakan sikap menolak. Sebab scenario politik Amerika Serikat sudah terbaca pada peristiwa aneksasi Amerika terhadap Iraq. Ditambah lagi dengan eksistensi kelompok ekstrimis Imam Samudera, Abu Dujana, Muchlas yang sudah terkenal keseantero dunia sebagai jaringan teroris internasional dari Indonesia. Manakala sesuai dengan scenario politik Amerika serikat, Iran pada akhirnya diberi merek sebagai teroris oleh pers internasional. Maka oleh masyarakat dunia Indonesia akan dicatat sebagai pendukungnya.
Para penggagas interpelasi menempatkan Yudhoyono pada posisi marginal terkait dengan dinamika politik dalam negeri, yaitu pemerintahannya mendukung resolusi 1747 DK PBB berarti tidak membawa aspirasi muslim Indonesia. Pada sisi yang sama juga berarti pemerintah menafikan kepentingan nasionalnya sendiri. Atau barangkali memang tidak mempunyai gagasan memperjuangkan hak Indonesia mengembangkan energi nuklir untuk kesejahteraan bangsa.
Futuristik perlu dipertimbangkan posisi georafis Indonesia diantara samudera Pacific dengan samudera Hindia sebagai sarang peluru ajang pertempuran laut abad 21 Amerika Serikat, berkaitan dengan terminolgi teroris tadi. Mengapa? Karena dalam sejarah dunia, Amerika Serikat tidak pernah memenangkan pertempuran laut setelah Pearl Harbour dilumpuhkan Jepang pada Perang Dunia II. Mereka memenangkan pertempuran karena bom atom di Nagasaki dan Hirosima.. Dalam dua dasawarsa kemudian di Asia Tenggara, Amerika terusir dari Vietnam.
Apakah sekarang kita patut berhati hati tentang kemungkinan gerakan intelijen Amerika Serikat di Indonesia. Pertama; mereka mendorong semangat fanatisme masyarakat dan pemimpin Islam Indonesia agar masuk perangkap yang mereka sebut sebagai gerakan terorisme internasional. Kedua: mereka mendorong kaum komunis untuk bergerak kembali kedalam tatanan kenegaraan Republik Indonesia, bola salju ini akan bergulir membesar yang kemudian melibatkan RRC. Ditambah dengan alasan ketiga, manakala Indonesia juga berjuang mendapatkan hak mengembangkan pengayaan uranium.
Mengapa demikian, tentu untuk memberikan alasan yang tepat bagi Amerika Serikat melakukan perang laut abad 21.