Sunday, April 01, 2007

INTERPELASI: KEPENTINGAN NASIONAL ATAU KEPENTINGAN PARTAI?

Indonesia mempunyai tiga opsi dalam hal resolusi 1747 DK PBB sebagaima lazimnya dalam persidangan yaitu; menolak, abstain, atau setuju mendukung rancangan tersebut menjadi resolusi DK PBB. Masalah aktual yang kini memasuki tahap interpelasi DPR RI meskipun sehari sebelumnya pemerintah melakukan pendekatan dengan pemimpin partai dan pemimpin fraksi namun hasilnya DPR tetap pada pendiriannya menggunakan hak interpelasi tersebut.
Para politisi membuat formula bahwa dukungan terhadap Iran berdasarkan sentiment politik yaitu Islam itu bersaudara. Aspirasi rakyat Indonesia yang secara sentimental atau merasa bersaudara dengan rakyat Iran karena sesama muslim itulah yang dieksploitasi melalui issue interpelasi. Kenapa demikian? Mereka membuat gerakan itu untuk kepentingan kampanye partainya. Rahasianya sederhana, bahwa Pemerintah yang ternyata mendukung resolusi 1747 DK PBB berarti dia tidak layak dipertahankan kelompok aliran politik islam. Yudhoyono dan Partai Demokrat tidak layak untuk dipilih pada pemilu 2009.
Cukup dilematis memang bagi Presiden Yodhoyono menghadapi permasalahan Iran yang memperjuangkan hak pengayaan uranium untuk tujuan damai. Pada satu sisi Indonesia juga berkepetingan untuk memperjuangkan hal serupa. Mungkin karena itulah Presiden Yudhoyono memberikan dukungan penuh Indonesia terhadap Iran dan disampaikan langsung kepada Presiden Republik Islam Iran, Akhmadinejad. Namun pada sisi lain Indonesia harus mempertimbangkan kondisi aktual opini dunia terhadap dunia Islam.
Dalam perang opini dimasyarakat internasional faktanya adalah bahwa pers barat sangat agresif melansir gambaran buruk terhadap dunia Islam. Sementara pers timur tidak berdaya untuk menghapus citra buruk tersebut apalagi sekaligus mecitrakan Islam sebagai perdamaian. Sekarang dimasyarakat internasional gambaran tentang Islam identik dengan teroris terus berlanjut. Pers Amerika dan Australia adalah leader dalam hal kampanye buruk tersebut.
Apa yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Iraq yaitu memaksanya untuk tunduk pada non profilerasi nuklir yang ditolak oleh Saddam Husin, berbuntut tudingan Amerika Serikat dan sekutunya bahwa Saddam adalah teroris. Selanjutnya menjadi citra bahwa Islam identik dengan teroris. Hal ini kemudian menjadi pembenar invasi terhadap Iraq. Langkah serupa akan dilakukan Amerika Serikat terhadap Iran.
Sebagaimana Iran sebenarnya Indonesia berkepentingan untuk mempertahankan haknya mengembangkan proyek energi nuklir. Karena Indonesia sangat membutuhkan listerik murah sebagai infrastruktur pembangunan ekonominya. Energi listrik yang mahal menyebabkan Indonesia tidak dapat mengembangkan home industry sebagi sector riel yang handal bagi kesejahteran rakyat seperti yang dilakukan China.
Ditimbang dari posisi kepentingan seperti tersebut diatas maka hasilnya adalah sikap menolak rancangan resolusi 1747 DK PBB. Jadi sikap menolak tidak dapat langsung diartikan sebagai dukungan terhadap sesama Islam namun lebih kepada kepentingan Indonesia sendiri akan pentingnya mengembangkan proyek nuklir tujuan damai sebagaimana Iran sekarang.
Menjadi sangat dilematis bagi Indonesia untuk menyatakan sikap menolak. Sebab scenario politik Amerika Serikat sudah terbaca pada peristiwa aneksasi Amerika terhadap Iraq. Ditambah lagi dengan eksistensi kelompok ekstrimis Imam Samudera, Abu Dujana, Muchlas yang sudah terkenal keseantero dunia sebagai jaringan teroris internasional dari Indonesia. Manakala sesuai dengan scenario politik Amerika serikat, Iran pada akhirnya diberi merek sebagai teroris oleh pers internasional. Maka oleh masyarakat dunia Indonesia akan dicatat sebagai pendukungnya.
Para penggagas interpelasi menempatkan Yudhoyono pada posisi marginal terkait dengan dinamika politik dalam negeri, yaitu pemerintahannya mendukung resolusi 1747 DK PBB berarti tidak membawa aspirasi muslim Indonesia. Pada sisi yang sama juga berarti pemerintah menafikan kepentingan nasionalnya sendiri. Atau barangkali memang tidak mempunyai gagasan memperjuangkan hak Indonesia mengembangkan energi nuklir untuk kesejahteraan bangsa.
Futuristik perlu dipertimbangkan posisi georafis Indonesia diantara samudera Pacific dengan samudera Hindia sebagai sarang peluru ajang pertempuran laut abad 21 Amerika Serikat, berkaitan dengan terminolgi teroris tadi. Mengapa? Karena dalam sejarah dunia, Amerika Serikat tidak pernah memenangkan pertempuran laut setelah Pearl Harbour dilumpuhkan Jepang pada Perang Dunia II. Mereka memenangkan pertempuran karena bom atom di Nagasaki dan Hirosima.. Dalam dua dasawarsa kemudian di Asia Tenggara, Amerika terusir dari Vietnam.
Apakah sekarang kita patut berhati hati tentang kemungkinan gerakan intelijen Amerika Serikat di Indonesia. Pertama; mereka mendorong semangat fanatisme masyarakat dan pemimpin Islam Indonesia agar masuk perangkap yang mereka sebut sebagai gerakan terorisme internasional. Kedua: mereka mendorong kaum komunis untuk bergerak kembali kedalam tatanan kenegaraan Republik Indonesia, bola salju ini akan bergulir membesar yang kemudian melibatkan RRC. Ditambah dengan alasan ketiga, manakala Indonesia juga berjuang mendapatkan hak mengembangkan pengayaan uranium.
Mengapa demikian, tentu untuk memberikan alasan yang tepat bagi Amerika Serikat melakukan perang laut abad 21.

No comments: