Sunday, February 25, 2007

Syah Sitti Jenar dan Demokrasi

Dalam folklore kita diceriterakan tentang kesepakatan para wali untuk menghukum Lemah Abang atau Syeh Siti Jenar. Kesepakatan yang sebelumnya didahului dialog langsung para wali dengan S2J menggambarkan bahwa “kebijakan” diambil dan dilakukan secara demokratis. Adalah S2J harus dikuburkan hidup hidup dan hal itu disepakati pula oleh S2J sendiri.
Ceritera semacam ini bertebaran diseantero memori rakyat Indonesia dengan tokoh berbeda tapi tema tetap sama. Diakhir ceritera selalu diungkapkan bahwa S2J atau tokoh lainnya itu tidaklah mati tetapi ghaib, jasadnya tidak pernah ditemukan, gone to the nets absorb by energy. Ada satu kebenaran yang tidak bisa dicerna dengan parimeter kehidupan normative.
Lain lagi ceritera tentang arisan makan makan. Kumpul arisan buat makan bareng dengan iuran sama sama. Menunya dibicarakan bersama, respnyapun hasil rembukan, hanya yang masak dimandatkan kepada tuan rumah. Tetapi ketika sedang dimasak dicipi dahulu sebelum disajikan. Salah satu anggota arisan mengusulkan tambah garam “dikit” yang lain menambahkan terasi. Adapula yang usul tambahkan merica lalu penyedap…lalu yang lain lagi nambahkan ini itu. Alhasil ini masakan betul betul demokratis.
Apakah anda bisa menebak bagaimana rasanya? He…he…he…Semua peserta arisan mengatakan bahwa makannnya euunaaak tenan. Tetapi setelah bubaran, masing masing punya komentar yang tidak enak didengar tuan rumah.
Dulu ketika Jenderal Nasution membentuk Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN), Bung Karno lantas membentuk Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KOTRAR). Maksudnya sama yaitu memberantas korupsi. Orde Baru menampilkan UU Anti Korupsi dengan institusi Menteri Koordinator Penertiban Aparatur Negara merangkap Perencanaan Pembanguna, merangkap Ketua BAPPENAS dipimpin Prof. Dr. J.B. Soemarlin. Sekarang, ada Komite Pemberantasan Korupsi atau KPK yang konon lebih suka disebut sebagai organisasi independen ketimbang institusi negara. Secara keseluran maksudnya sama tetapi tujuannya mungkin berbeda.
Mengapa berbeda? Kalau PARAN dikendalikan oleh Angkatan Darat ( baca militer ) maka KOTRAR menghilangkan peranan PARAN dan kendali ditangan Bung Karno ( baca sipil ). Kalau UU Anti Korupsi kendalinya ditangan birokrasi maka kendali KPK ditangan independen…
Persamaannya adalah bahwa pemberantasan korupsi disepakati seluruh rakyat. Bagaimana melaksanakannya? Meski resepnya telah disepakati secara demokratris. Jika pelaksanaannya multi tafsir seperti tambah garam tambah gula tambah merica tambah penyedap tambah ini itu tadi. Apakah anda bisa menebak bagaimana jadinya?
Tudingan korupsi memang berpotensi tidak adil, tergantung dengan tujuan apa tudingan dilontarkan. Hanya saja sulit untuk menyatakannya karena secara demokratis sudah sepakat. Jika tudingan mengarah ke beta sendiri, kena diketek dikempitkan, kena dibokong dijongkokan, kena di jidat…apa mau dibenturkan? Pada masa Ratu Maria Antoinette, Perancis secara resmi menggunakan Guillotine sebagai alat eksekusi yang akhirnya memotong lehernya sendiri.
Seperti ceritera folklore para wali versus Syeh Sitti Jennar dengan akhir ceritera jasadnya yang ghaib. Memang sesungguhnya manusia tidak akan pernah bisa berlaku adil…

No comments: